Mencoba Kembali ke Garis Tengah

Tepat sebulan lalu aku nge-posting tulisan di blog yang lagi-lagi tentang KLASIK. Kalau ada yang belum baca, boleh loh kalau mau baca, tinggal klik ini. Gara-gara kejadian di postingan tersebut muncul gosip yang asli receh banget berasa kapan ya gosip receh gak jelas akan hilang dari muka bumi.

And now, i'm back. Sesuai dari kalimat yang terceplos sepekan lalu dan kini menjadi sebuah prinsip

"Meskipun mau UN, aku gak mau meninggalkan blog ku tak terurus dan berdebuuu. Sekali cinta tetep cinta. Sekali peduli harus peduli."

Bagian Cinta sama Peduli nya cuma tambahan yang baru saja terpikirkan ketika mengetik ini.

"Shofwaaaa, btw kamu pas bucs mau ngikut ga? Tgl 6 shoffff." hhh

Tepat pukul 19.19 tanggal 24 Januari ada sebuah pesan yang aku terima, dan itu tentang ajakan buat ke pondok. YaAllah siapa sih yang gak mau ke pondok? Udah lama banget gak kumpul bareng lagi, komunikasi pun udah semacam terlupakan gitu (atau mungkin karena aku yang gak bawa hp) (hiks).

Bagi yang belum tau, BUCS adalah acara yang diadakan oleh Bina Umat setiap tahunnya, kepanjangan dari Bina Umat Competition Series. Ajang ini selain merupakan kompetisi se DIY-Jateng, juga merupakan ajang yang dimanfaatkan oleh para alumni SMP untuk berkumpul sekaligus menjenguk alumni yang melanjutkan sekolah di Bina Umat.

Karena anak pondok selalu perlu hiburan.

Eh, Anak Asrama juga perlu hiburan deng.

Tawaran yang datang dari seorang teman tersebut aku respon dengan suka cita, karena dia yang ngajak berarti dia udah memikirkan tentang transportasinya (fyi, waktu yang diperlukan dari Asrama ke Pondok sekitar satu jam pake ngebut) bisa sih naik bus umum, tapi harus ganti sekali di terminal belum lagi kalau bus nya ngaret atau full, belum lagi jalan dari jalur bus ke Pondok yang berjarak 1,5 Km.

Beuh, ribet nan melelahkan tjoy. Itulah mengapa frekuensi aku ke pondok lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah badan polar yang dihasilkan oleh satu Oogenesis.

Sabtu, 06 Februari 2016, hari terakhir pelaksanaan TO MKKS Kota yang bertetapan dengan hari dimana aku bakal ke Pondok. as you know, im soo excited. Mungkin bagi mayoritas orang, "pondok" adalah suatu kata yang tidak perlu diberi ruang khusus dalam kenangan hanya karena "pondok" merupakan kata yang masih berbau kuno, tapi bagi ku, pribadi, berkunjung ke pondok adalah suatu kenikmatan tersendiri. Yaa soalnya kan dulu aku pernah bagian dari sebuah pondok, mau tidak mau aku pun pernah mendapat title santriwati, suka tak suka pondok pernah jadi rumah kedua ku.

Dan yang terpenting, kita kadang nggak menyadari kalau kita bisa mendapat pelajaran baru atau minimal kembali mengingat perbuatan baik yang mungkin udah kita tinggalkan..

Dengan dua syarat syarat. Pertama, kita mau memperhatikan.

Soalnya banyak orang yang udah tertutup matanya sama dunia, dan banyak orang yang -secara tidak sadar- berlomba-lomba jadi pihak yang "memberikan mulut."

Syarat yang kedua. Frekuensi kunjungan kalian ke pondok dalam satu tahun tidak boleh lebih dari jumlah badan polar yang dihasilkan oleh satu Oogenesis.

Kali ini aku ke pondok bareng Qia, jam 13.25 kami berdua berangkat dari Asrama. Sialnya,
Qia mengendarai motor melewati daerah UIN Sunan Kalijaga yang mana jalan di situ ternyata mengalami kemacetan yang -menurutku sebagai pecinta jalanan antimacet- udah parah banget gila, gimana mau ngebut kalau mau maju aja susah. Dan menurut pengalaman ku, kalau udah ba'da dhuhur pasti BUCS nya udah tinggal sisa-sisa nya aja. Tapi gak papa, toh kami ke pondok juga nggak untuk liat BUCS.

Setelah terjebak macet selama hampir 45 menit, akhirnya jalanan lancar dan WOW, QIAK! SEJAK KAPAN SKILL NGEBAWA MOTOR MU MELAJU PESAT??!! Pantes Qia diem mulu sejak berangkat, ternyata dia fokus pada jalanan. Aku mah enjoy aja, toh, aku juga suka sama suara desiran angin.
Sekitar jam setengah tiga kami berdua nyampe di desa Setran, tempat Bina Umat berada. Qia markir motor di depan kantor BUC (Bina Umat Center).

"Pada dimana mereka chop?"
"Nggak tau, udah, kita ke pondok aja dulu."

Kami berdua yang masih memakai seragam jalan ke pondok udah seperti orang ilang, karena teman-teman ku yang di pondok udah kelas 12 otomatis membuat kami berdua melihat banyak wajah-wajah asing yang tidak kami kenal.

"Mana nih mereka? Khonsa kok nggak ada ya?" gumam Qia.

Khonsa itu nama temen ku yang ngajakin anak-anak luar buat ke BUCS.

"Coba deh kamu telpon dia Qi."

Qia sibuk nelpon Khonsa tapi nggak ada jawaban, akhirnya kami berdua memutuskan untuk berjalan ke arah panggung. Baru beberapa langkah,

"Eh, itu..?" aku nunjuk ke satu objek tapi Qia nggak ngeh.

Sebelum Qia sadar, objek itu udah mendekat.

"QEAAAAKKK..."

fix. bukan aku yang dipanggil, fix.

"Tikaaaa..." dan mereka berdua berpelukan, mengacangi aku yang baru akan meratapi nasib ketika

"CHOPEKKKKK...!!!"

Annis, Umi, Pipul, Husni, sama Thifah datang dari arah samping. Aku langsung dipeluk Thifah tapi agak fail gitu, apa sih namanya yang kalau kamu mau meluk tapi lengan tangan kanan mu malah narik leher orang yang ingin kamu peluk? Itu mau meluk apa mau ngeluarin jurus tapak suci dah?

Kita langsung bersalam-salaman, cipika-cipiki, peluk bentar, nanya kabar. Dan aku udah bahagia. Aneh.

Alumni lain yang sekarang sekolah di luar ternyata lagi ngumpul di sisi seberang, antara kami dan mereka di pisahkan oleh tenda utama. Jalan satu-satunya untuk ke tempat mereka adalah melewati tenda bagian belakang tapi justru itulah letak masalahnya. Bagian belakang tenda bersebelahan dengan tangga Masjid Daarul Iman, dan banyak ikhwan yang duduk di tangga tersebut.

Please, ini bisa gak aku gak usah lewat situ. Meskipun sekolah ku nyampur sama cowok, bukan berarti aku bisa santai berjalan di depan makhluk berkromosom 44XY tersebut.

Akhirnya aku muter jalan ditemenin sama satu orang temen. Itu lebih baik dari pada pilihan pertama.

Finally! Aku bisa ketemu lagi sama Septi temen kamar ku dulu, terus ketemu juga sama Risa yang sekarang udah jadi anak hitz dan topik omongannya sudah lebih dewasa, well, dulu aku gak terlalu deket sih sama Risa (iya gak Ris?) tapi aku tetep seneng bisa ketemu dia (beneran kok ini). Septi masih sama kayak dulu, tetep kocak dan bikin orang suka ketawa. Dan karena Septi juga aku dipanggil "Chopek" semasa SMP.

Menit-menit selanjutnya di isi dengan obrolan ngalor-ngidul, aku diem aja sambil senyum, dari dulu aku lebih suka jadi pihak yang "memberikan telinga."

"Shof...Shof.."

Seorang temen yang baru aja ngabisin baksonya manggil aku.

"Apa?"

"Aku udah putus."

"Hah? Putus?"

"Iya, kamu belum tahu kan kalau aku udah putus sama _ _ _ _ _ _."

"Alhamdulillah."

"Aku takut dosa."

(alhamdulillah)

Serius, itu reflek aja aku ngucapin hamdalah (tapi waktu itu aku malah ngerasa bersalah cuma ngeluarin hamdalah doang, hehe). Sejauh yang aku tau, temen ku ini sama pacarnya baik-baik aja, gak suka ada masalah. Aku emang biasa aja kalau tau ada temen ku yang pacaran, aku yakin mereka udah tau hukumnya apa tapi mungkin emang godaannya terlalu besar jadi yah biarkan mereka mencoba hal yang ingin mereka coba. Dan aku seneng kalau kemudian temen ku nyadar (meskipun bukan aku yang nyadarin), setiap manusia kan perlu proses untuk kemudian menjadi pribadi yang lebih baik. Yang bisa aku lakukan hanyalah memperhatikan temen-temen ku melewati proses mereka masing-masing.

Jadi emang nggak ada salahnya kan kalau aku cuma mengucapkan hamdalah, daripada aku bereaksi kayak, "SUMPAH? KOK BISA?! Kalian kenapa putus? Sayang banget ih kalian putus."

(skip bagian tak penting)


Alumni yang sekolah di luar (not full-team)
Yang paling aku suka (selain bagian aku ketemu sama teman-teman yang menyenangkan) bisa ketemu sama USTADZAH QIBTY !!!!!!!!
Wali kelas dari awal masuk sampai lulus, ustadzah yang nggak pernah marah dan kalau negur suaranya halus tapi tajam. Waktu itu ustadzah udah pulang dari BUCS tapi balik lagi ke pondok cuma gara-gara Khonsa bilang kalau kita mau ketemu.

Inti dari postingan ini sebenernya adalah kalimat-kalimat yang keluar dari mulut ustadzah Qibty, sayangnya aku udah melupakan banyak bagian. Aku menulis tentang kunjungan ku ke pondok juga gara-gara satu kalimat yang dilontarkan ustadzah waktu aku salaman sama beliau.

"Shofwa apa kabar? Ustadzah pernah lho beberapa kali baca blognya Shofwa."

WHAT!

OH.MY.GOD.

Dan aku langsung, "Hah? Ustadzah baca? ihh, aku maluu, blog ku kan isinya nggak bermanfaat semuaa."

Sampai sekarang, aku belum bisa berada di dekat orang yang sedang membuka blog ku. Dan aku belum pernah membanggakan blog yang seharusnya aku banggakan ini.

Kalian nggak dapet apa-apa dari tulisan ku = kalian buang-buang waktu = aku merasa sedikit bersalah.

Kita semua nostalgia bentar, terus ngobrol yang kemudian berujung ke curhat.

"Pokoknya ustadzah selalu mendoakan kalian, kalian juga baik-baik di luar. Sholatnya jangan sampai telat, terus saat kalian pengen sholat sendiri jangan lupa sama pahala yang satu derajat dengan 27 derajat. Coba bayangin, kalian kalau ngajak teman satu orang aja untuk sholat bareng, pahalanya jadi 27x lipat."

DEG.

Kalimat itu yang bikin aku sadar, bikin aku ingat udah berapa kali aku sholat sendiri gara-gara rasa malas ku untuk berjalan ke tempat sholat, rasa malas untuk jalan dari ruang kelas di Gedung 1 ke Aula tempat sholat di Gedung 2. Atau rasa malas untuk ngajak temen sholat berjama'ah jika emang nggak memungkinkan untuk pergi ke Gedung 2.

 Setelah kejadian dimana hati ku tersentil oleh sebuah kalimat tersebut, aku jadi lebih memperhatikan dan mengusahakan pahala 27x5 yang bisa aku dapetin tiap hari.



Campuran Alumni yang sekolah di luar dan lanjut di BU

Banyak banget nasihat yang disampaikan ustadzah Qibty (well, soalnya ustadzahnya emang suka cerita.) Ustadzah juga nanyain kabar para alumni yang diluar, kayak kita masih ngebawa sifat jelek yang dulu pernah kita punya atau nggak. Dan aku lupa siapa yang mancing, ustadzah kemudian cerita tentang pertemuan ustadzah dengan suaminya.

YAH.

MALAH BAPER JADINYA.

Tapi nggak baper-baper banget kok.

Karena emang hari udah sore dan jarak antara Pondok-Asrama yang lumayan lama. Aku, Qia, dan Khonsa dengan sedikit nggak enak terpaksa pamit pulang. Padahal ceritanya lumayan seru loh, yah, aku kan emang suka dengerin orang cerita:)

Seperti biasa dan yang sudah-sudah, tiap ada alumni VELENT yang ke Bina Umat dan mau pulang, pasti anak VELENT yang di pondok pada nganterin. sweet gak sih. Semacam bikin inget dan sadar kalau yang namanya persaudaraan itu ada. Yang namanya saudara non-biologis itu ada. Ikatan yang terbentuk setelah melewati berbagai macam peristiwa dan membuat banyak kenangan bersama.

Saat lagi nunggu Qia yang masuk ke pondok buat ngambil hp nya yang baru saja di charge. Aqla, temen kabur saat SMP dulu, ngasih aku sebuah amanah yang belum kulaksanakan sampai sekarang.

"Chop, jangan lupa. Aku nitip salam buat Fida sama Fulan."

"Yaa Fida sih oke. Tapi kalau yang satunya gak janji."

"Pokoknya kamu harus sampein! Ini amanah lho, kamu tau gak amanah tu sebesar apa."

"Jangan gitu sih baq (dia dipanggil Baqla ngomong-ngomong). Gimana coba nyampeinnya?"

"Gak mau tau, pokoknya harus kamu sampein. Inget lho, amanah."

"Aku tuh gak pernah ngomong sama ikhwan Baq."

"Eh, beneran?"

"Iyeee."

"Masa sih?"

"Yaudah kalau nggak percaya."

"Kamu tuh sekarang sama siapa e pek?"

"Kagak sama siapa-siapa."

Obrolan ku sama Aqla diakhiri dengan-aku lupa-

Yang jelas aku masih bingung bagaimana cara untuk melaksanakan amanah tersebut.

Aku pulang sama Qia, sedangkan Khonsa sama alumni lainnya. Dalam perjalanan aku baru sadar kalau waktu udah menunjukkan pukul setengah enam, Qia sempat nawarin buat berhenti dulu buat sholat di masjid tapi aku nolak. Bukan karena lupa sama omongan ustadzah Qibty ataupun niat untuk nunda sholat. Aku sempet harap-harap cemas takut ada apa-apa di jalan, tapi aku juga cemas kalau Asrama udah dikunci kalau aku mampir dulu. Dengan segala keahlian yang dimiliki Qia, dia ngebut sepanjang jalan, lebih cepet daripada waktu berangkat.

Aku sampai di Asrama beberapa saat setelah adzan. Membawa satu tekad yang harus kulakukan. Tekad yang perlahan kembali menarik ku ke garis tengah ketika aku sudah lebih condong pada hal duniawi. Tekad yang terlihat mudah namun butuh usaha besar untuk menunaikannya.
Berusaha untuk sholat berjama'ah.


be the better
shofwamn

2 komentar

  1. doain aku biar bisa main ke sana, biar bisa baca banyak novelmu :p

    BalasHapus